Analisis
kasus L/C : BANK L/C FIKTIF BANK BNI
KASUS L/C FIKTIF BANK BNI Kasus ini bermula dari munculnya L/C fiktif
Bank BNI yang bernilai Rp 1,7 triliun oleh Bank BNI Cabang Kebayoran Baru pada
2006 lalu. L/C tersebut dibuka oleh bank-bank yang selain bukan merupakan
koresponden Bank BNI, juga bank-bank yang berasal dari negara-negara dalam
kategori berisiko tinggi (high risk countries). Bank-bank tersebut adalah Dubai
Bank Kenya Limited; Rosbank Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The
Wall Street Banking Corp, Cook Islands Beneficiary (eksportir). Sementara yang
menerima L/C adalah perusahaan-perusahaan dalam Gramarindo Group dan Petindo
Group. Komoditas yang diekspor adalah pasir kuarsa dan residu minyak dengan
negara tujuan Kenya dan beberapa negara di Afrika.
Awal terbongkarnya kasus
menghebohkan ini adalah terkuaknya Kasus
pembobolan cuss BNI menjadi isu yang mengejutkan masyarakat Indonesia di akhir
tahun 2003, dimana Bank BNI mengalami kerugian sebesar Rp 1,7 triliun yang
diduga terjadi karena adanya transaksi ekspor fiktif melalui surat garner of
Credit (disingkat L/C). Kasus ini menjadi fenomenal karena selain merugikan
keuangan Bank BNI tetapi juga berimbas pada keuangan negara secara makro. Profil Singkat Bank BNI Bank BNI didirikan
pada tahun 1946. Perusahaan publik ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh
Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI merupakan bank terbesar nomor 3 di
Indonesia setelah Bank Mandiri dan BCA dengan total aset pada tahun 2003
sebesar IDR. 131,49 triliun. Visi Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul
dalam layanan dan kinerja Misi Memaksimalkan stakeholder esteem dengan
menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial dan
konsumer Budaya Perusahaan.Adapun Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut
adalah sebagai berikut :
Ø Waktu
kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
Ø Opening
Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp,
dan Middle East Bank Kenya Ltd.
Ø Total
Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
Ø Beneficiary/Penerima
L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan 2 perusahaan dibawah Petindo
Group
Ø Barang
Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
Ø Tujuan
Ekspor : Congo dan Kenya
Ø Skim
: Usance L/C
Kronologi :
1.Bank BNI
Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank
Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan
Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan
koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank
mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
2.Beneficiary
mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas
L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo
Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
3.Setelah
beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada
BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan
sebelumnya.
4. Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata
kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
5.Gramarindo Group telah
mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi
kerugian BNI.
Pada kasus LC fiktif bank BNI yang dituduhkan
tersebut, modus operandi yang dilakukan kurang lebih yaitu sebagai berikut :
Antara Penjual ( Eksportir ) & Pembeli (
Importir ), Issuing Bank, Advising Bank & Negotiating Bank telah terjadi
kesepakatan terlebih dahulu, sbb :
KESEPAKATAN
MULTILATERAL / INTERNATIONAL :
a.
Kesepakatan harga, volume,
waktu pengiriman dan spesifikasi barang yang akan dibeli.
b.
Macam LC yang diterbitkan, persyaratan pencairan didalam LC, tgl diterbitkan,
tanggal kadaluarsa.
c.
Bank yang akan menerbitkan LC adalah koresponden dari Bank Penjual didalam
negeri atau harus ada Bank Penjamin didalam negeri ( Advising Bank ) apabila
bukan koresponden bank, sehingga dengan
adanya Advising Bank,
maka Negotiating Bank dapat
melakukan pendiskotoan LC tersebut sesuai konvensi yaitu UCP.500.
d.
Penerbitan dan kemudian
pengiriman LC harus menggunakan alat verifikasi yang telah
disetujui oleh dunia internasional
yaitu SWIFT dengan
Message Type .700,
sehingga LC tersebut
dikatakan GENUINE (
benar, baik, betul, akurat dan
dapat dipercaya ).
KESEPAKATAN NASIONAL /
DALAM NEGERI :
a.
Eksportir atau penjual
barang, telah conform
dengan Banknya bahwa negotiating
bank yang akan
digunakan adalah sesuai dengan LC
yang akan dikirim oleh Importir lewat
Issuing Bank.
b.
Eksportir dan Bank didalam negeri telah terjadi kesepakatan untuk melakukan
pendiskontoan LC yang
akan diterima, setiap bank
mempunyai aturan yang berbeda dalam rangka pendiskontoan LC ekspor tersebut,
tapi yang sama adalah, bahwa Bank
mempuinyai HAK REGRES, yaitu
hak yang dipunyai oleh Bank di
dalam negeri, yaitu apabila Issuing Bank
atau Importir tidak
membayar kepada Negotiating Bank, karena pendiskontoan yang telah dilakukan, dengan alasan apapun,
maka Negotiating Bank
dapat meminta pelunasan
pembayaran kepada Nasabahnya atau eksportir yang dimaksud.
c.
Pendiskontoan LC ekspor, sama halnya
dengan perjanjian kredit pada umumnya, pada saat terjadi wanprestasi di Luar
negeri ( Issuing Bank ), maka berlakulah hukum Nasional di Indonesia, yaitu
perjanjian Kredit pada
umumnya, dan masuk dalam lingkup
HUKUM PERDATA.
1. Pembeli (buyer) = PT Gramarindo Group dan Petindo
Group
2. Penjual (seller) = Bank
BNI
3. Bank eksportir = Dubai
Bank Kenya Limited; Rosbank Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The
Wall Street Banking Corp, Cook Islands Beneficiary
4. Bank importir = Bank
BNI
5. Barang yang di perjual belikan = pasir
kuarsa dan residu minyak
NAMA : ANI ERMAWATI
NPM
: 20209869
KELAS : 4EB19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar